Minggu, 25 Maret 2012

penemuan penemuan terbaru

Penemuan-Penemuan Ilmuwan Muslim Yang Mengubah Peradaban Dunia
Di abad pertengahan negeri-negeri islam adalah mercusuar peradaban dunia. Dimana berbagai ilmu dikaji. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa beberapa penemuan yang mengubah peradaban dunia berasal dari para ilmuwan muslim. Para ilmuwan ini mempunyai kontribusi besar dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan merupakan temuan awal sebelum dikembangkan oleh ilmuwan Barat lainnya. Penemuan-penemuan ilmuwan muslim ini sempat terlupakan oleh masyarakat dunia.
Berikut penemuan-penemuan besar itu.
1. Operasi Bedah
Sekitar tahun 1000, seorang dokter Al Zahrawi mempublikasikan 1500 halaman ensiklopedia berilustrasi tentang operasi bedah yang digunakan di Eropa sebagai referensi medis selama lebih dari 500 tahun. Diantara banyak penemu, Zahrawi yang menggunakan larutan usus kucing menjadi benang jahitan, sebelum menangani operasi kedua untuk memindahkan jahitan pada luka. Dia juga yang dilaporkan melakukan operasi caesar dan menciptakan sepasang alat jepit pembedahan.
2. Kopi                                 
Saat ini warga dunia meminum sajian khas tersebut tetapi, kopi pertama kali dibuat di Yaman pada sekitar abad ke-9. Pada awalnya kopi membantu kaum sufi tetap terjaga ibadah larut malam. Kemudian dibawa ke Kairo oleh sekelompok pelajat yang kemudian kopi disukai oleh seluruh kerajaan. Pada abad ke-13 kopi menyeberang ke Turki, tetapi baru pada abad ke-16 ketika kacang mulai direbus di Eropa, kopi dibawa ke Italia oleh pedagang Venesia.
3. Mesin Terbang
Abbas ibn Firnas adalah orang pertama yang mencoba membuat konstruksi sebuah pesawat terbang dan menerbangkannya. Di abad ke-9 dia mendesain sebuah perangkat sayap dan secara khusus membentuk layaknya kostum burung. Dalam percobaannya yang terkenal di Cordoba Spanyol, Firnas terbang tinggi untuk beberapa saat sebelum kemudian jatuh ke tanah dan mematahkan tulang belakangnya. Desain yang dibuatnya secara tidak terduga menjadi inspirasi bagi seniman Italia Leonardo da Vinci ratusan tahun kemudian.
4. Universitas
Pada tahun 859 seorang putri muda bernama Fatima al-Firhi mendirikan sebuah universitas tingkat pertama di Fez Maroko. Saudara perempuannya Miriam mendirikan masjid indah secara bersamaan menjadi masjid dan universitas al-Qarawiyyin dan terus beroperasi selama 1.200 tahun kemudian. Hassani mengatakan dia berharap orang akan ingat bahwa belajar adalah inti utama tradisi Islam dan cerita tentang al-Firhi bersaudara akan menginspirasi wanita muslim di mana pun di dunia.
5. Musik
Musisi muslim memiliki dampak signifikan di Eropa. Di antara banyak instrumen yang hadir ke Eropa melalui timur tengah adalah lute dan rahab, nenek moyang biola. Skala notasi musik modern juga dikatakan berasal dari alfabet Arab.
6. Sikat Gigi
Menurut Hassani, Nabi Muhammad SAW mempopulerkan penggunaan sikat gigi pertama kali pada tahun 600. Menggunakan ranting pohon Miswak, untuk membersihkan gigi dan menyegarkan napas. Substansi kandungan di dalam Miswak juga digunakan dalam pasta gigi modern.
By: Mr. Look at me

Sabtu, 24 Maret 2012

Al-Munawwariyyah




 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjf_lRoeZCqd3FJHkFK3wmimkDTXwgqkkY42rlIGKRMFIfPAAwoTjB8QTj0dVsDP1q5jhc3572UYny1CESXK59qCGfaYkQs596PIvtBHPF3Z1H3Nd2pFZQsXMMYPkiV3iarDFjxRHc_hJE/s320/50285_222729640056_3553735_n.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxiNl2eSEwqvTAysc8lYxZzzM13OpVeMmiL24MNJk3EKahFIioJX52hS_XkbC5sJUWvXPSjmnQQLY25kMNj4EJia-eYgD9TEu6yUJ1OouwxT-yYdbkwBceeBEJqBMmv4x1k_PZiSt56jI/s320/PICT0358.JPG “Al-Munawwariyyah” sebuah kata sang dinukil dari Bahasa Al-Qur’an Al-KarIim yang berarti  bercahaya. Mungkin kata itu diadopsi dari Madinah Al-Munawwarroh “Kota yang Bercahaya” dengan harapan Al-Munawwariyyah bisa memberi cahaya untuk umat di seluruh penjuru tanah air bahkan dunia. Semenjak awal berdirinya Al-Munawwariyyah pada tahun 1983; dari mengayomi beberapa santri yang mengaji al-Qur’an, tanpa ada lembaga pendidikan, hingga saat ini berhasil mendirikan setidaknya enam lembaga; SD, SMP, SMA, SMK Madrasah Islamiyah, Tarbiyatul Qur’an (Bin-Nadhor dan Bil-Ghoib) Al-Munawwariyyah. Walaupun tidak pernah merasakan tamat sekolah dasar, tetapi beliau bertekad sebisa mungkin menyediakan lembaga pendidikan formal bagi para santrinya setinggi mungkin. Walau masih sebatas angan, tapi tetap menjadi tekad sosok tauladan kita ke depan, agar kelak dapat berdiri universitas dari “rahim” Al-Munawwariyyah.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjazu-8fbY_B0gZ0PvN7Y3fxapBFcr-_jEqQDfWYBsl9ea72htSyDB2R1hE5-t0KrTMHDxFr4H_JPwZQGYXZc309JLoU76oOplVjcs8RC4_03x1SLVA1fD6JZPV4UPrfnaac14B_GYC2tg/s400/A+%252840%2529.JPG
Sosok Pribadi KH. Muh. Maftuh Sa’id lahir di sebuah daerah pinggir sungai Bengawan Solo, tepatnya di desa Ngaren Bungah, Kab. Gresik. Beliau adalah putra pertama dari pasangan al-maghfurlahu KH. Sa’id Mu’in dan Nyai Hj. Mardliyah. Dalam perjalanan hidupnya, Kiai Maftuh kecil pernah mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat (SR) di Bungah Gresik, pada tahun 1956. Namun, hanya sampai kelas empat saja. Setelah menyelesaikan hafalan al-Qur’annya dari sang ayah, beliau meneruskan pendidikan agama ke Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri, selama 9 tahun. Tepatnya sejak 1964 sampai 1973. Penderitaan dan kesedihan seakan sudah menjadi “teman” Kiai Maftuh kecil saat mondok di Al-Falah. Dari pengakuannya dalam banyak kesempatan saat mulang santri, Kiai Maftuh kecil tidak jarang menunggu belas kasihan teman-temannya waktu itu, untuk bisa ikut makan bareng; menunggu ada yang menyuruhnya untuk membelikan atau mengerjakan sesuatu. Selain termasuk dari keluarga kurang mampu, waktu itu pengasuh termasuk santri yang paling kecil. Maka tidak heran, jika hampir semua santri mengenalnya. Namun, kelebihannya dari teman-temannya kala itu, adalah hafalan Qur’annya pada usia yang sangat dini. Usratul Huffadz Seperti sudah disinggung di atas, KH. Muh. Maftuh Sa'id adalah putra pertama dari tiga belas bersaudara yang saat ini tinggal sebelas orang, pasangan Asy-Syekh Al-Hafidz KH. Muh. Sa'id Mu’in dan Nyai Hj. Mardliyyah yang tinggal di Gresik. Tidak berlebihan jika penulis mengatakan bahwa keluarga besar ini adalah usratul Huffadz yaitu keluarga para penghafal Al-Qur'an. Dari kesaksian para santri dan kerabat, bahwa KH. Muh. Sa'id, semasa hidupnya, sangat "galak” dan keras mendidik putra-putri dan para santrinya dalam membaca dan menghafal Al-Qur'an. Hasilnya, seluruh putra dan putri beliau dan hampir semua santrinya telah hafal Al-Qur’an. Sebuah kenyataan yang sukar dicari padanannya. Ini tidak lain, karena kedisiplinan sang ayah dalam mendidik. Kedisiplinan KH. Muh. Sa’id Mu’in dalam mengajarkan Al-Qur’an juga diakui oleh para Kiai besar di masanya. Menurut pengakuan Nyai Hj. Mardliyyah, bahwa Alm. KH. Hamid Pasuruan memberikan julukan "asadul Qur'an" (harimaunya Al-Qur'an) kepada KH. Muh. Sa’id Mu’in. Kiranya sifat inilah yang "mengalir" kepada putra sulung beliau KH. Muh. Maftuh Sa'id; telah menyelesaikan hafalan Qur'annya pada usia 9 tahun. Serta "kegarangan" dalam engajarkan cara membaca dan menghafal Al-Qur'an. Karena “keberhasilan” asy-Syekh al-Hafidz Sa’id dalam menerapkan sistem tahfidzil Qur’an, tidak sedikit para pengasuh pondok-pondok besar se-Indonesia yang datang kepada beliau; memohon restu dan ijin membuka lembaga Tahfidul Qur’an di pondok mereka masing-masing. Kenyataan ini juga diakui oleh pengasuh PP. Al-Amin, KH. Moh. Idris Djauhari; datang bertandang ke kediaman KH. Muh. Sa’id Muin, memohon restu saat akan membuka program ‘Ma’had Tahfidz’ di Al-Amien, Prenduan Sumenep Madura. Setelah menikah dengan Nyai Hj. Marfuatun, putri KH. Mahfudz Mukhtar, dari Kepanjen Malang, Kiai Maftuh muda tinggal untuk sementara waktu di Kepanjen, sebelum selanjutnya hijrah ke desa Sudimoro Bululawang Malang. Hijrah ke Desa Sudimoro Banyak sebab yang menjadi perantara hijrahnya Kiai Maftuh muda ke Bululawang Malang, tepatnya di desa Sudimoro. Namun yang pasti, ini adalah takdir Allah SWT. yang mengirim dan menempatkan beliau untuk membina masyarakat desa Sudimoro dan sekitarnya. Kira-kira pada pertengahan tahun 1980-an, KH. Maftuh Sa'id muda bersama seorang istri dan ketiga anaknya; Nurul Hafshah, Muh. Agus Fahim dan Hanifah Sa’diyyah, hijrah ke desa Sudimoro, dan menempati sebuah rumah kontrakan yang sangat sederhana. Di rumah inilah untuk pertama kali KH. Maftuh Sa'id mengikuti jejak ayahandanya, mendidik putra-putrinya menghafal Al-Qur'an. Akhirnya, seiring dengan berjalannya waktu, banyak masyarakat yang ingin menitipkan anak-anak mereka untuk dididik membaca dan menghafal Al-Qur'an. Karena, pada waktu itu, jangankan untuk menghafal, bisa membaca Al-Qur'an dengan baik saja, pada usia dini, sudah menjadi nilai tambah di tengah masyarakat. Ketenaran KH. Muh Maftuh Sa'id sebagai pendidik membaca dan menghafal Al-Qur'an-pun kian tersebar bukan hanya di daerah Malang saja, tapi hampir seluruh pelosok Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan terus bertambahnya para santri dari seluruh penjuru nusantara.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlW-YnCN168zkbPLtRQbL22fBw3dVkgQMO0xZrDgemRhBd6eOjctTLw3N11WRjDY_65UgtJl3znekYI1j8O1oZYQTvbszvaIULq-ilgpbJkdaMc5tLUN0r-LQKzGqcN8MZf_Fw2BujyQ0/s640/photo-0104.jpg Pondok pesantren Al-Munawwariyah resmi didirikan oleh KH. Muh. Maftuh Sa'id pada tanggal 28 Juli 1983 M, bertepatan dengan tanggal 7 Syawal 1402 H. Dari pengakuan jujur beliau saat awal merintis, sebenarnya tidak ada niatan untuk mendirikan pondok pesantren yang sebesar dan semegah seperti saat ini. Bahkan dalam banyak kesempatan, dengan merendahkan diri, Kiai Maftuh sering menyatakan bahwa kesuksesan pembangunan fisik pondok cuma berpedoman pada ‘KURDI’, kepanjangan dari sukur dadi (yang penting jadi) dengan modal “CENGKIR” kepanjangan dari Kencenge Pikir (Lurusnya Pikiran). Pedoman tersebut mungkin berlaku bagi hampir semua pembangunan fisik pondok. Saat dirasa sudah tidak memadai lagi untuk para santri dan santriwati, maka segeralah dibangun gedung baru yang jika ditanya dari mana dananya, dengan yakin dan mantap beliau menjawab: "dari Allah SWT." Sampai saat ini, bangunan fisik yang telah berdiri di atas tanah pondok seluas 1,5 Ha, dari luas tanah keseluruhan 3,5 Ha. Insya Allah mulai awal tahun 2012 santri putra akan segera dipindahkan ke Pondok Putra yang sampai saat ini masih dalam tahap pembangunan. Harapan ke depan, lokasi pondok untuk santri akan benar-benar terpisah dari lokasi pondok santriwati.  Kemajuan Sebuah Pesantren juga harus didukung dengan semakin majunya SANTRI-nya. So, dukung terus semangat juang Al-Munawwariyyah dengan spirit juang belajar dan belajar....
Created By : ibn_hasan musthofa & n!z4R

Hari Pahlawan 10 November


OPINI...MEMAKNAI HARI PAHLAWAN
Bangsa kita setiap tahun merayakan Hari Pahlawan pada 10 November. Pada saat itulah kita mengenang jasa para pahlawan yang telah bersedia mengorbankan harta dan nyawanya untuk memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan. Kita memilih 10 November sebagai hari pahlawan, karena pada hari tersebut 66 tahun silam para pejuang kita bertempur mati-matian untuk melawan tentara inggris di Surabaya.
                Saat itu kita hanya mempunyai beberapa pucuk senjata api, selebihnya para pejuang menggunakan bambu runcing. Namun para pejuang kita tak pernah gentar untuk melawan penjajah. Kita masih ingat tokoh yang terkenal pada saat perjuangan itu yakni bung Tomo yang mampu menyulut semangat perjuangan rakyat lewat siaran radionya.
                Setiap tahun kita mengenang jasa para pahlawan, namun terasa mutu peringatan itu menurun dari tahun ke tahun. Kita sudah makin tidak menghayati makna hari pahlawan. Peringatan yang kita laksanakan sekarang cenderung bersifat seremonial. Memang kita tidak ikut mengorbankan nyawa seperti para pejuang di Surabaya pada waktu itu.
                Akan tetapi kepahlawanan itu tidak hanya berhenyti di sana. Dalam mengisi kemerdekaan pun kita dituntut untuk menjadi pahlawan. Bukankah arti pahlawan itu adalah orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran? Bukankah makna pahlawan adalah pejuang yang gagah berani? Bukankah makna kepahlawanan tak lain adalah perihal sifat pahlawan seperti keberanian, keperkasaan, kerelaan berkorban dan kekesatriaan?
                Menghadapi situasi seperti sekarang, kita berharap muncul banyak pahlawan dalam bidang segala kehidupan. Dalam konteks ini kita dapat mengisi makna hari pahlawan yang kita peringati setiap tahun. Bangsa ini sedang membutuhkan banyak pahlawan, pahlawan untuk mewujudkan indonesia yang damai, indonesia yang adil dan demokratis, dan meningkatkan kesejahteraan rakyat.
                Kita melihat beberapa wilayah di Indonesia masih dihantui tindakan teror. Kita membutuhkan orang yang berani untuk menangkap pelakunya. Negara kita sedang dililit kanker korupsi yang sudah mencapai stadium terakhir. Kita membutuhkan orang-orang berani untuk memberantasnya. Seorang ilmuwan pun bisa menjadi pahlawan dalam bidangnya berkat penemuannya yang dapat mensejahterakan orang banyak. Seorang petugas pemadam kebakaran yang tewas sat berjuang mematikan api yang sedang membakar rumah penduduk adalah pahlawan juga
                Setiap orang harus berjuang untuk menjadi pahlawan. Karena itu, hari pahlawan tidak hanya pada 10 November, tetapi berlangsung setiap hari dalam diri kita. Setiap hari kita berjuang paling tidak menjadi pahlawan untuk diri kita sendiri dan keluarga, artinya  kita menjadi warga yang baik dan meningkatkan prestasi dalam kehidupan masing-masing. Mahasiswa universitas Trisakti yang tewas ditembak dalam perjuangan reformasi adalah pahlawan, meskipun negara belum menobatkan mereka sebagai pahlawan.
                Melalui momentum hari pahlawan, diharapkan dapat terbangun karakter bangsa yang kuat dan kokoh untuk dapat dijadikan sebagai energi penggerak kemajuan bangsa. Sehingga bangsa Indonesia tidak akan terombang-ambing dan kehilangan arah di tengah derasnya arus globalisasi serta dapat menghadapi segala tantangan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri.
                Nilai kepahlawanan tersebut dapat sebagai modal sosial untuk kemudian mengemplementasikan dan mendayagunakannya dalam mengatasi berbagai masalah bangsa seperti kemiskinan, pengangguran, keterlantaran, korban bencana dan masalah-masalah sosial lainnya.
                Semangat kepahlawanan yang telah ditunjukkan para pahlawan dalam pertempuran 10 November, hendaknya dapat dihayati dan menjadi inspirasi serta sumber motivasi dalam mengisi kemerdekaan dengan berbagai cita-cita kemerdekaan Indonesia.
                Selain itu hari pahlawan juga harus dapat menjadi momentum untuk terus melestarikan dan mendayagunakan sikap dan prilaku para pahlawan kusuma bangsa seperti rela berkorban, pantang menyerah, percaya pada kemampuan diri sendiri, tanpa pamrih dengan dilandasi kesetiakawanan sosial yang tinggi.
By : (3_D4N)