“Al-Munawwariyyah”
sebuah kata sang dinukil dari Bahasa Al-Qur’an Al-KarIim yang berarti
bercahaya. Mungkin kata itu diadopsi dari Madinah Al-Munawwarroh “Kota
yang Bercahaya” dengan harapan Al-Munawwariyyah bisa memberi cahaya untuk umat
di seluruh penjuru tanah air bahkan dunia. Semenjak awal berdirinya Al-Munawwariyyah
pada tahun 1983; dari mengayomi beberapa santri yang mengaji al-Qur’an, tanpa
ada lembaga pendidikan, hingga saat ini berhasil mendirikan setidaknya enam lembaga;
SD, SMP, SMA, SMK Madrasah Islamiyah, Tarbiyatul Qur’an (Bin-Nadhor dan
Bil-Ghoib) Al-Munawwariyyah. Walaupun
tidak pernah merasakan tamat sekolah dasar, tetapi beliau bertekad sebisa mungkin menyediakan lembaga
pendidikan formal bagi para santrinya setinggi mungkin. Walau masih
sebatas angan, tapi tetap menjadi tekad sosok tauladan kita ke depan, agar
kelak dapat berdiri universitas dari “rahim” Al-Munawwariyyah.
Sosok Pribadi KH. Muh. Maftuh Sa’id lahir di sebuah
daerah pinggir sungai Bengawan Solo, tepatnya di desa Ngaren Bungah, Kab. Gresik. Beliau adalah putra pertama
dari pasangan al-maghfurlahu
KH. Sa’id Mu’in dan Nyai Hj. Mardliyah. Dalam perjalanan hidupnya, Kiai Maftuh
kecil pernah mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat (SR) di Bungah Gresik, pada
tahun 1956. Namun, hanya sampai kelas empat saja. Setelah menyelesaikan hafalan
al-Qur’annya dari sang ayah, beliau meneruskan pendidikan agama ke Pondok
Pesantren Al-Falah Ploso Kediri, selama 9 tahun. Tepatnya sejak 1964 sampai
1973. Penderitaan dan kesedihan seakan sudah menjadi “teman” Kiai Maftuh kecil
saat mondok di Al-Falah. Dari pengakuannya dalam banyak kesempatan saat mulang
santri, Kiai Maftuh kecil tidak jarang menunggu belas kasihan teman-temannya
waktu itu, untuk bisa ikut makan bareng; menunggu ada yang
menyuruhnya untuk membelikan atau mengerjakan sesuatu. Selain termasuk dari
keluarga kurang mampu, waktu itu pengasuh termasuk santri yang paling kecil.
Maka tidak heran, jika hampir semua santri mengenalnya. Namun, kelebihannya
dari teman-temannya kala itu, adalah hafalan Qur’annya pada usia yang sangat
dini. Usratul Huffadz Seperti sudah disinggung di atas, KH. Muh. Maftuh Sa'id
adalah putra pertama dari tiga belas bersaudara yang saat ini tinggal
sebelas orang, pasangan Asy-Syekh Al-Hafidz KH. Muh. Sa'id Mu’in dan Nyai
Hj. Mardliyyah yang tinggal di Gresik. Tidak berlebihan jika penulis mengatakan
bahwa keluarga besar ini adalah usratul Huffadz yaitu keluarga para penghafal
Al-Qur'an. Dari kesaksian para santri dan kerabat, bahwa KH. Muh. Sa'id, semasa
hidupnya, sangat "galak” dan keras mendidik putra-putri dan para santrinya
dalam membaca dan menghafal Al-Qur'an. Hasilnya, seluruh putra dan putri beliau
dan hampir semua santrinya telah hafal Al-Qur’an. Sebuah kenyataan yang sukar
dicari padanannya. Ini tidak lain, karena kedisiplinan sang ayah dalam
mendidik. Kedisiplinan KH. Muh. Sa’id Mu’in dalam mengajarkan Al-Qur’an juga diakui
oleh para Kiai besar di masanya. Menurut pengakuan Nyai Hj. Mardliyyah, bahwa
Alm. KH. Hamid Pasuruan memberikan julukan "asadul Qur'an"
(harimaunya Al-Qur'an) kepada KH. Muh. Sa’id Mu’in. Kiranya sifat inilah yang
"mengalir" kepada putra sulung beliau KH. Muh. Maftuh Sa'id; telah menyelesaikan hafalan
Qur'annya pada usia 9 tahun. Serta "kegarangan" dalam
engajarkan cara membaca dan menghafal Al-Qur'an. Karena
“keberhasilan” asy-Syekh al-Hafidz Sa’id dalam menerapkan sistem tahfidzil
Qur’an, tidak sedikit para pengasuh pondok-pondok besar se-Indonesia yang
datang kepada beliau; memohon restu dan ijin membuka lembaga Tahfidul Qur’an di
pondok mereka masing-masing. Kenyataan ini juga diakui oleh pengasuh PP.
Al-Amin, KH. Moh. Idris Djauhari; datang bertandang ke kediaman KH. Muh. Sa’id
Muin, memohon restu saat akan membuka program ‘Ma’had Tahfidz’ di Al-Amien,
Prenduan Sumenep Madura. Setelah menikah dengan Nyai Hj. Marfuatun, putri KH.
Mahfudz Mukhtar,
dari Kepanjen Malang, Kiai Maftuh muda tinggal untuk sementara waktu
di Kepanjen, sebelum selanjutnya hijrah ke desa Sudimoro Bululawang Malang.
Hijrah ke Desa Sudimoro Banyak sebab yang menjadi perantara hijrahnya Kiai
Maftuh muda ke Bululawang Malang, tepatnya di desa Sudimoro. Namun
yang pasti, ini adalah takdir Allah SWT. yang mengirim dan menempatkan beliau untuk
membina masyarakat desa Sudimoro dan sekitarnya. Kira-kira pada pertengahan
tahun 1980-an, KH. Maftuh Sa'id muda bersama seorang istri dan ketiga
anaknya; Nurul Hafshah, Muh. Agus Fahim dan Hanifah Sa’diyyah, hijrah ke desa
Sudimoro, dan menempati sebuah rumah kontrakan yang sangat sederhana. Di rumah
inilah untuk pertama kali KH. Maftuh Sa'id mengikuti jejak ayahandanya,
mendidik putra-putrinya menghafal Al-Qur'an. Akhirnya, seiring dengan berjalannya
waktu, banyak masyarakat yang ingin menitipkan anak-anak mereka untuk dididik
membaca dan menghafal Al-Qur'an. Karena, pada waktu itu, jangankan untuk
menghafal, bisa membaca Al-Qur'an dengan baik saja, pada usia dini, sudah
menjadi nilai tambah di tengah masyarakat. Ketenaran KH. Muh Maftuh Sa'id
sebagai pendidik membaca dan menghafal Al-Qur'an-pun kian tersebar bukan hanya
di daerah Malang saja, tapi hampir seluruh pelosok Indonesia. Hal ini
dibuktikan dengan terus bertambahnya para santri dari seluruh penjuru
nusantara.
Pondok pesantren
Al-Munawwariyah resmi didirikan
oleh KH. Muh. Maftuh Sa'id pada tanggal 28 Juli 1983 M, bertepatan dengan
tanggal 7 Syawal 1402 H. Dari pengakuan jujur beliau saat awal merintis,
sebenarnya tidak ada niatan untuk mendirikan pondok pesantren yang sebesar dan
semegah seperti saat ini. Bahkan dalam banyak kesempatan, dengan merendahkan
diri, Kiai Maftuh sering menyatakan bahwa kesuksesan pembangunan fisik pondok
cuma berpedoman pada ‘KURDI’, kepanjangan dari sukur dadi (yang penting jadi) dengan modal
“CENGKIR” kepanjangan
dari Kencenge Pikir (Lurusnya Pikiran). Pedoman tersebut mungkin berlaku bagi hampir semua
pembangunan fisik pondok. Saat dirasa sudah tidak memadai lagi untuk para
santri dan santriwati, maka segeralah dibangun gedung baru yang jika ditanya
dari mana dananya, dengan yakin dan mantap beliau menjawab: "dari Allah
SWT." Sampai saat ini, bangunan fisik yang telah berdiri di atas tanah
pondok seluas 1,5 Ha, dari luas tanah keseluruhan 3,5 Ha. Insya Allah
mulai awal tahun 2012 santri putra akan segera dipindahkan ke Pondok Putra yang
sampai saat ini masih dalam tahap pembangunan. Harapan ke depan, lokasi pondok untuk santri akan
benar-benar terpisah dari lokasi pondok santriwati. Kemajuan Sebuah
Pesantren juga harus didukung dengan semakin majunya SANTRI-nya. So, dukung
terus semangat juang Al-Munawwariyyah dengan spirit juang belajar dan
belajar....
Created By :
ibn_hasan musthofa & n!z4R
Tidak ada komentar:
Posting Komentar