Sabtu, 24 Maret 2012

Al-Munawwariyyah




 
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjf_lRoeZCqd3FJHkFK3wmimkDTXwgqkkY42rlIGKRMFIfPAAwoTjB8QTj0dVsDP1q5jhc3572UYny1CESXK59qCGfaYkQs596PIvtBHPF3Z1H3Nd2pFZQsXMMYPkiV3iarDFjxRHc_hJE/s320/50285_222729640056_3553735_n.jpg
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhxiNl2eSEwqvTAysc8lYxZzzM13OpVeMmiL24MNJk3EKahFIioJX52hS_XkbC5sJUWvXPSjmnQQLY25kMNj4EJia-eYgD9TEu6yUJ1OouwxT-yYdbkwBceeBEJqBMmv4x1k_PZiSt56jI/s320/PICT0358.JPG “Al-Munawwariyyah” sebuah kata sang dinukil dari Bahasa Al-Qur’an Al-KarIim yang berarti  bercahaya. Mungkin kata itu diadopsi dari Madinah Al-Munawwarroh “Kota yang Bercahaya” dengan harapan Al-Munawwariyyah bisa memberi cahaya untuk umat di seluruh penjuru tanah air bahkan dunia. Semenjak awal berdirinya Al-Munawwariyyah pada tahun 1983; dari mengayomi beberapa santri yang mengaji al-Qur’an, tanpa ada lembaga pendidikan, hingga saat ini berhasil mendirikan setidaknya enam lembaga; SD, SMP, SMA, SMK Madrasah Islamiyah, Tarbiyatul Qur’an (Bin-Nadhor dan Bil-Ghoib) Al-Munawwariyyah. Walaupun tidak pernah merasakan tamat sekolah dasar, tetapi beliau bertekad sebisa mungkin menyediakan lembaga pendidikan formal bagi para santrinya setinggi mungkin. Walau masih sebatas angan, tapi tetap menjadi tekad sosok tauladan kita ke depan, agar kelak dapat berdiri universitas dari “rahim” Al-Munawwariyyah.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjazu-8fbY_B0gZ0PvN7Y3fxapBFcr-_jEqQDfWYBsl9ea72htSyDB2R1hE5-t0KrTMHDxFr4H_JPwZQGYXZc309JLoU76oOplVjcs8RC4_03x1SLVA1fD6JZPV4UPrfnaac14B_GYC2tg/s400/A+%252840%2529.JPG
Sosok Pribadi KH. Muh. Maftuh Sa’id lahir di sebuah daerah pinggir sungai Bengawan Solo, tepatnya di desa Ngaren Bungah, Kab. Gresik. Beliau adalah putra pertama dari pasangan al-maghfurlahu KH. Sa’id Mu’in dan Nyai Hj. Mardliyah. Dalam perjalanan hidupnya, Kiai Maftuh kecil pernah mengenyam pendidikan Sekolah Rakyat (SR) di Bungah Gresik, pada tahun 1956. Namun, hanya sampai kelas empat saja. Setelah menyelesaikan hafalan al-Qur’annya dari sang ayah, beliau meneruskan pendidikan agama ke Pondok Pesantren Al-Falah Ploso Kediri, selama 9 tahun. Tepatnya sejak 1964 sampai 1973. Penderitaan dan kesedihan seakan sudah menjadi “teman” Kiai Maftuh kecil saat mondok di Al-Falah. Dari pengakuannya dalam banyak kesempatan saat mulang santri, Kiai Maftuh kecil tidak jarang menunggu belas kasihan teman-temannya waktu itu, untuk bisa ikut makan bareng; menunggu ada yang menyuruhnya untuk membelikan atau mengerjakan sesuatu. Selain termasuk dari keluarga kurang mampu, waktu itu pengasuh termasuk santri yang paling kecil. Maka tidak heran, jika hampir semua santri mengenalnya. Namun, kelebihannya dari teman-temannya kala itu, adalah hafalan Qur’annya pada usia yang sangat dini. Usratul Huffadz Seperti sudah disinggung di atas, KH. Muh. Maftuh Sa'id adalah putra pertama dari tiga belas bersaudara yang saat ini tinggal sebelas orang, pasangan Asy-Syekh Al-Hafidz KH. Muh. Sa'id Mu’in dan Nyai Hj. Mardliyyah yang tinggal di Gresik. Tidak berlebihan jika penulis mengatakan bahwa keluarga besar ini adalah usratul Huffadz yaitu keluarga para penghafal Al-Qur'an. Dari kesaksian para santri dan kerabat, bahwa KH. Muh. Sa'id, semasa hidupnya, sangat "galak” dan keras mendidik putra-putri dan para santrinya dalam membaca dan menghafal Al-Qur'an. Hasilnya, seluruh putra dan putri beliau dan hampir semua santrinya telah hafal Al-Qur’an. Sebuah kenyataan yang sukar dicari padanannya. Ini tidak lain, karena kedisiplinan sang ayah dalam mendidik. Kedisiplinan KH. Muh. Sa’id Mu’in dalam mengajarkan Al-Qur’an juga diakui oleh para Kiai besar di masanya. Menurut pengakuan Nyai Hj. Mardliyyah, bahwa Alm. KH. Hamid Pasuruan memberikan julukan "asadul Qur'an" (harimaunya Al-Qur'an) kepada KH. Muh. Sa’id Mu’in. Kiranya sifat inilah yang "mengalir" kepada putra sulung beliau KH. Muh. Maftuh Sa'id; telah menyelesaikan hafalan Qur'annya pada usia 9 tahun. Serta "kegarangan" dalam engajarkan cara membaca dan menghafal Al-Qur'an. Karena “keberhasilan” asy-Syekh al-Hafidz Sa’id dalam menerapkan sistem tahfidzil Qur’an, tidak sedikit para pengasuh pondok-pondok besar se-Indonesia yang datang kepada beliau; memohon restu dan ijin membuka lembaga Tahfidul Qur’an di pondok mereka masing-masing. Kenyataan ini juga diakui oleh pengasuh PP. Al-Amin, KH. Moh. Idris Djauhari; datang bertandang ke kediaman KH. Muh. Sa’id Muin, memohon restu saat akan membuka program ‘Ma’had Tahfidz’ di Al-Amien, Prenduan Sumenep Madura. Setelah menikah dengan Nyai Hj. Marfuatun, putri KH. Mahfudz Mukhtar, dari Kepanjen Malang, Kiai Maftuh muda tinggal untuk sementara waktu di Kepanjen, sebelum selanjutnya hijrah ke desa Sudimoro Bululawang Malang. Hijrah ke Desa Sudimoro Banyak sebab yang menjadi perantara hijrahnya Kiai Maftuh muda ke Bululawang Malang, tepatnya di desa Sudimoro. Namun yang pasti, ini adalah takdir Allah SWT. yang mengirim dan menempatkan beliau untuk membina masyarakat desa Sudimoro dan sekitarnya. Kira-kira pada pertengahan tahun 1980-an, KH. Maftuh Sa'id muda bersama seorang istri dan ketiga anaknya; Nurul Hafshah, Muh. Agus Fahim dan Hanifah Sa’diyyah, hijrah ke desa Sudimoro, dan menempati sebuah rumah kontrakan yang sangat sederhana. Di rumah inilah untuk pertama kali KH. Maftuh Sa'id mengikuti jejak ayahandanya, mendidik putra-putrinya menghafal Al-Qur'an. Akhirnya, seiring dengan berjalannya waktu, banyak masyarakat yang ingin menitipkan anak-anak mereka untuk dididik membaca dan menghafal Al-Qur'an. Karena, pada waktu itu, jangankan untuk menghafal, bisa membaca Al-Qur'an dengan baik saja, pada usia dini, sudah menjadi nilai tambah di tengah masyarakat. Ketenaran KH. Muh Maftuh Sa'id sebagai pendidik membaca dan menghafal Al-Qur'an-pun kian tersebar bukan hanya di daerah Malang saja, tapi hampir seluruh pelosok Indonesia. Hal ini dibuktikan dengan terus bertambahnya para santri dari seluruh penjuru nusantara.

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhlW-YnCN168zkbPLtRQbL22fBw3dVkgQMO0xZrDgemRhBd6eOjctTLw3N11WRjDY_65UgtJl3znekYI1j8O1oZYQTvbszvaIULq-ilgpbJkdaMc5tLUN0r-LQKzGqcN8MZf_Fw2BujyQ0/s640/photo-0104.jpg Pondok pesantren Al-Munawwariyah resmi didirikan oleh KH. Muh. Maftuh Sa'id pada tanggal 28 Juli 1983 M, bertepatan dengan tanggal 7 Syawal 1402 H. Dari pengakuan jujur beliau saat awal merintis, sebenarnya tidak ada niatan untuk mendirikan pondok pesantren yang sebesar dan semegah seperti saat ini. Bahkan dalam banyak kesempatan, dengan merendahkan diri, Kiai Maftuh sering menyatakan bahwa kesuksesan pembangunan fisik pondok cuma berpedoman pada ‘KURDI’, kepanjangan dari sukur dadi (yang penting jadi) dengan modal “CENGKIR” kepanjangan dari Kencenge Pikir (Lurusnya Pikiran). Pedoman tersebut mungkin berlaku bagi hampir semua pembangunan fisik pondok. Saat dirasa sudah tidak memadai lagi untuk para santri dan santriwati, maka segeralah dibangun gedung baru yang jika ditanya dari mana dananya, dengan yakin dan mantap beliau menjawab: "dari Allah SWT." Sampai saat ini, bangunan fisik yang telah berdiri di atas tanah pondok seluas 1,5 Ha, dari luas tanah keseluruhan 3,5 Ha. Insya Allah mulai awal tahun 2012 santri putra akan segera dipindahkan ke Pondok Putra yang sampai saat ini masih dalam tahap pembangunan. Harapan ke depan, lokasi pondok untuk santri akan benar-benar terpisah dari lokasi pondok santriwati.  Kemajuan Sebuah Pesantren juga harus didukung dengan semakin majunya SANTRI-nya. So, dukung terus semangat juang Al-Munawwariyyah dengan spirit juang belajar dan belajar....
Created By : ibn_hasan musthofa & n!z4R

Tidak ada komentar:

Posting Komentar